Lebih suka ke pantai atau ke gunung?
Ada yang bilang orang-orang extrovert dan aktif cenderung
suka dengan pantai. Sebaliknya orang introvert, tenang, dan damai cenderung
menyukai pegunungan.
Belakangan saya lebih happy kalau jalan-jalan ke pegunungan,
padahal saya orangnya nggak tenang sama sekali dan cenderung aktif. I prefer
highland vitamin than vitamin sea!
That’s why Ubud become one of my favourite places in Bali to
visit.
Terakhir saya ke Ubud kira-kira setahun yang lalu. Ubud
nggak banyak berubah, masih sebuah daerah cantik di Kabupaten Gianyar yang
penuh dengan wisatawan. Memang agak macet mengingat musim liburan belum
betul-betul lewat. Saya malah jadi berpikir mungkin akan lebih asik kalau
kendaraan roda 4 disediakan central
parking , jadi Ubud nggak penuh. Lagipula jalanannya kecil dan sebetulnya
enak banget digunakan untuk berjalan kaki. Cukup disediakan sepeda gratis untuk
berkeliling menikmati Ubud yang rindang dan hijau.
Berkeliling Ubud nggak butuh budget yang besar, kecuali kamu
memang berencana menikmati fine dining di restoran-restoran otentik berstandar
internasional.
A half day visit with quite low cost? Here’s my itinerary.
Rice Terrace, Tegalalang
Sudah masuk daerah Tegalalang, tapi saya akan tetap ngotot
memasukannya ke dalam “half day Ubud visit” package karena jaraknya yang hanya
15 menit perjalanan. It’s a famous place with beautiful rice terrace view
besides one in Jatiluwih, Tabanan. Kamu bisa lunch sambil melihat pemandangan sawah yang bikin adem, berkeliling
sambil melihat aktivitas penggarapan sawah (bagi kamu yang jarang atau nggak
pernah melihat sawah), atau membeli kelapa muda langsung dari petani. It’s free
for taking pictures or strolling around the rice terrace. You only have to pay
the parking retribution.
Bali Pullina Agrotourism
Sudah mulai banyak bermunculan agrowisata di Bali. Mungkin pada bosan
juga ya ke pantai terus. Bali Pulina saya lihat lebih seperti ladang yang
dikemas informatif. Salah satu yang saya perhatikan di sini adalah kita bisa melihat proses
pembuatan kopi mulai dari yang masih berbentuk buah, proses sangrai di tungku
kayu, pemilihan rempah, sampai terseduh menjadi secangkir kopi yang nikmat.
Masuk ke Bali Pulina, saya membayar IDR 100.000 untuk bisa
menikmati coffee experience dan
suasana agrowisata yang menyenangkan. Harga tiket tersebut juga termasuk snack
dan satu set tester kopi (dan teh). Kamu bisa mencicipi delapan varian minuman
mulai dari authentic Balinese black coffee, white coffee, pure cocoa, sampai
ginger tea yang menjadi favorit saya. Tapi ternyata di sini yang menjadi favorit para
penikmat kopi adalah kopi luwak yang bisa dipesan secara terpisah. Menyeruput kopi sambil disuguhi pemandangan
yang cantik dan adem, such a combo!
Kamu yang hobi berfoto juga bisa berselfie
ria karena Bali Pulina menyediakan signature
venue yang berbentuk dek kapal.
Bukit Campuhan
Checkpoint terakhir,
bukit cinta yang sangat populer di kalangan anak muda. Entahlah kenapa disebut
bukit cinta, padahal bukit ini lebih cocok digunakan untuk tracking dan jogging.
Pemandangannya super oke, hijau dimana-mana. Saya melihat banyak wisatawan dan
masyarakat sekitar yang memanfaatkan tracknya
untuk jogging sore itu.
Jalan masuk menuju bukit ini agak tersembunyi di Jalan Raya Campuhan. Agar tidak tersesat,
sebaiknya kamu bertanya pada warga sekitar sana ya!
Selesai sudah misi setengah hari saya di Ubud. Selalu
menyenangkan melihat bagaimana Bali bisa menjadi tempat yang nyaman bagi banyak orang.
Semoga masyarakat Bali sadar betapa beruntungnya kita sudah dititipkan alam
yang luar biasa cantik (tanpa make up
tanpa sulam alis), jadi nggak susah kalau hanya mengelola sampah dengan baik
tanpa lupa ikut meneruskan dan menjadi bagian dari kebudayaan kita.
Oh ya, nggak lupa saya menawarkan untuk mencicipi kuliner
lokal Nasi Ayam Kedewatan Bu Mangku, di Jalan Raya Kedewatan Ubud.