HOME      ABOUT      CONTACT      INSTAGRAM

Friday, October 19, 2018

How Many Outfits Do I Need in My Wardrobe?


Terinspirasi dari (lagi-lagi) postingan blog Kak Andra Alodita, saya tertarik ingin mencoba meminimalisasi jumlah pakaian dan aksesoris yang saya punya. Meskipun sejujurnya saya nggak punya terlalu banyak pakaian dan aksesoris (entah pembenaran atau emang iya) karena sudah sering men-“declutter” pakaian-pakaian saya.

Alasan utama saya ingin “mengkompres” lagi jumlah pakaian saya adalah karena merasakan susah dan ribetnya menggotong pakaian kesana kemari pas pindahan. Karena masih hidup nomaden dan belum tinggal di homebase yang tetap, hampir setiap 2 tahun sekali saya pasti berpindah tempat tinggal. Pas packing nyesek banget, selalu keteteran dan barang pribadi terutama pakaian membludak. Padahal sudah banyak yang saya hibahkan/buang. Sampai pas pindahan terakhir karena mau cuti lahiran suami saya protes dan menyarankan untuk meminimalisasi (lagi) jumlah pakaian.

Saya itu bisa dibilang jarang belanja baju, apalagi aksesoris. Tapi sekalinya nafsu belanja, langsung banyak dan bertubi-tubi. Apalagi pas musim-musim sale, semua toko disamperin. Sekarang sih sudah agak pintar, pas sale cuma membeli barang yang memang sudah diincar sejak masih jadi new arrival. Tapi tetap saja printilan-printilan barang lain masih banyak yang ikut kebeli. “Mumpung lagi sale”. Duh! bahaya banget deh! Adakah yang senasib dengan saya?

Sebenarnya, mau punya banyak (maximalist) atau sedikit barang (minimalist) sih bebas saja yang penting bertanggung jawab dan bisa mengelola barang-barangnya dengan baik. Kalau saya pribadi lebih tertarik menerapkan gaya minimalist. Teorinya, dengan memiliki sedikit barang (terutama pakaian), hidup kita akan jauh lebih mudah. Nah, menurut artikel yang saya kutip dari Becoming Minimalist, memiliki sedikit pakaian akan membuat kita:

·       Memiliki lebih banyak sisa penghasilan (!)
·       Memiliki lebih banyak waktu untuk hal lain dalam hidup
·       Nggak stress pagi-pagi mikirin mau pakai baju apa
·       Punya well-organized closet
·       Packing jadi lebih simpel saat bepergian, dan
·       Pekerjaan laundry jadi lebih simple

Nah, ini beberapa tips yang saya rangkum dari website yang sama, dengan penyesuaian seperlunya:

1.     Sadarlah kalau pakaianmu itu sudah banyak.
Ini nih yang sulit bagi para wanita di muka bumi ini. Selalu merasa nggak punya baju. Padahal baju di lemari sudah sampai tumpah-tumpah.

2.     Berusaha memahami karakter kepribadian.
Hubungannya apa? Berdasarkan pengalaman saya, memakai pakaian yang cocok dengan kepribadian kita akan sangat membantu. Kalau saya kebetulan sudah pernah melakukan test kepribadian yang mengarahkan saya untuk memakai pakaian berwarna netral dan kasual. Nggak neko-neko deh. Pantesan setiap saya ingin mencoba nyentrik dengan tabrak warna / print ujung-ujungnya fashion disaster. Akhirnya ini sangat membantu saya dalam memilih pakaian yang akan saya beli. Dan beneran kok, selain lebih nyaman, ternyata memilih pakaian sesuai kepribadian juga bisa lebih menonjolkan karakter diri. Semacam make your own statement style! 

3.     Donate, sell, discard.
Kalau pakaian sudah tidak dipakai dalam jangka waktu 6 bulan terakhir, saatnya kita berpikir. Masih happykah kita saat memakainya?(simpan). Masih bagus dan layak banget nih, tapi kayaknya nggak akan dipakai lagi (donasikan/jual preloved). Sudah bernoda atau rusak dan malas banget lihatnya (buang). 

4.     Belilah kualitas, bukan kuantitas.
Belilah baju yang benar-benar kita suka dan cocok dengan kita, bukan karena ikut-ikutan trend atau karena lagi sale. Belilah 1 item walaupun mahal daripada 10 items di sale rack yang pada akhirnya akan jadi sampah dan penyesalan belaka. Tips yang ini paling sulit deh, gampang secara teori tapi praktiknya susah banget!

Setelah baca-baca tips dan referensi berapa banyak pakaian yang dikatakan cukup untuk saya miliki, saatnya bikin list!

How Many Outfits do I “REALLY” need in My Wardrobe?




Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Thursday, October 4, 2018

Counting Days : The Third Trimester


Nggak kerasa udah masuk trimester ketiga aja! Makin excited dan deg-degan mau ketemu adik bayi. Saking menyenangkannya trimester kedua, saya nggak sadar dalam hitungan bulan saya akan menjadi seorang ibu. Syukurlah kehamilan saya hingga trimester ketiga ini sehat dan nyaman.
Trimester ketiga dipenuhi dengan persiapan-persiapan mulai dari belanja kebutuhan bayi (yang tidak ada habisnya), olahraga yang makin kenceng, memilih tempat bersalin, dan mengelola emosi biar nggak khawatir dan ketakutan.

1.     Belanja kebutuhan bayi
Mempersiapkan kebutuhan bayi memang sangat tricky. Apalagi untuk saya yang adalah anak dan menantu pertama yang nggak mungkin dapet hibahan dari kakak atau ipar. Meskipun udah buat list belanja, tetap saja lapar mata. Karena anak pertama, semua barang-barang yang pernah direview Instagram mommy ingin saya beli. Tapi biar nggak kalap-kalap banget, saya rajin-rajin tanya teman yang sudah lebih dulu jadi ibu.
2.     Olahraga
Kalau ini nggak usah ditanya ya. Hampir semua artikel kehamilan menyarankan ibu hamil untuk rajin berolahraga. Masuk trimester ketiga saya tetap meneruskan renang dan prenatal yoga di Pro V Clinic. Karena nggak selalu dapat jadwal yoga pas weekend  (iya, cari jadwal yoga di Pro V pas hari Sabtu itu susah banget!), saya rajin mencatat tips-tips yoga yang diberikan oleh Mbak Mila dan Mbak Ochan. Selain itu, saya mulai rajin praktik yoga sendiri setiap pagi (beneran tiap hari) dipandu video gerakan yoga dari Bidan Kita. Syukurlah karena lumayan rajin olahraga, kehamilan saya nggak berat, minim sakit punggung, dan saya nggak pernah mengalami sulit tidur.
3.     Memilih tempat bersalin
Karena memutuskan untuk melahirkan dekat dengan keluarga (di Bali), jadi saya harus melakukan survey ulang atas tempat bersalin yang support melahirkan dengan nyaman dan alami. Awalnya sih kepikiran mau di Klinik Bumi Sehat Ubud, tapi berhubung keluarga tinggal di Singaraja, saya harus cari alternatif lain. Tapi tetep ya, saya pengennya di klinik bersalin saja. Mudah-mudahan semuanya berjalan lancar sehingga saya nggak perlu menjalankan plan B. Doakan!
4.     Mengelola emosi
Ini nih yang gampang-gampang susah. Gimana sih rasanya mau melahirkan seorang manusia baru ke dunia? Excited, takut, cemas, happy, dan ragu-ragu bercampur jadi satu. Saya harus rajin-rajin afirmasi dan meditasi biar tetep waras. Gimana coba membayangkan dan menyiapkan diri untuk sesuatu yang benar-benat nggak tahu rasanya. Sampai saat ini saya masih terus berupaya untuk banyak membaca, belajar, dan mencari referensi mengenai kelahiran yang nyaman. Yakin semua bisa dipersiapkan asal kita mau belajar dan berusaha.


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Tuesday, October 2, 2018

Everything is Better and Happier on The Second Trimester!


Memasuki trimester kedua, tenaga saya muncul kembali entah dari mana. Rasa mual menghilang dan pola makan saya kembali bisa diatur. Makanan yang dimakan lebih variatif dan saya udah semangat  lagi untuk masak! Yey! Saya agak menyesal selama dua bulan awal kehamilan beli makanan terus, ngerasanya kurang bernutrisi dan nggak diolah secara baik. Tapi ya apa mau dikata, masih untung pengen makan kan, hehe. Syukurnya sampai lewat trimester pertama saya nggak mengalami ngidam (atau jangan-jangan saya yang nggak sadar kalau udah mengalaminya). Nggak pernah kepengen banget sama satu makanan spesifik yang sampe ngeces. Ya, saya anggap ini kooperatifnya adik bayi karena tahu bapaknya di luar kota.

Saya happy banget menjalani trimester kedua kehamilan ini. Karena badan udah fit lagi, saya langsung mencari-cari opsi olahraga yang bisa saya lakukan biar badan nggak kaku-kaku amat dan kenaikan berat badan nggak gila-gilaan. Opsi pertama saya adalah renang, karena ada kolam renang yang dikelola kantor dekat dengan tempat tinggal saya. Selain renang, di minggu ke-19 saya mulai ikut kelas yoga di Pro V Clinic. Kenapa Pro V Clinic padahal jauh banget di Permata Hijau? Semuanya berawal akibat suka kepoin Instagram doula hits sejagat dunia maya, Mbak Mila (@jamilatus.sadiyah). Selain itu, saya nggak menemukan opsi tempat prenatal yoga lain yang lebih dekat (dan affordable). Oh ya, saya juga belajar bangun lebih pagi untuk melakukan yoga ringan dipandu video yoga dari @bidankita. Lumayan membantu dalam mengatasi pegal-pegal, terus jadi lebih fresh saat beraktivitas di kantor. Nggak lemes dan ngantukan!

Saat saya bilang tenaga saya kembali, benar-benar kembali seperti sebelum hamil. Saya udah kuat jalan-jalan muterin supermarket dan window shopping di mall, meskipun tetap saya batasi nggak pergi seharian. Takutnya saya semangat eh badan ternyata udah kecapekan. Bahkan pas libur Idul Fitri saya ngantri gila-gilaan di Museum MACAN! Terimakasih banyak anakku, udah selalu kooperatif sama ibu dan nggak pernah manja.


Apa nggak ada keluhan sama sekali?

Jelas ada dong. Awal trimester kedua saya sempat mengalami susah tidur karena mulai membiasakan untuk tidur miring ke sisi kiri. Menurut penelitian, tidur miring ke sisi kiri lebih baik karena aliran darah ke plasenta akan lebih banyak dan lancar. Jadilah saya sakit pinggang dan sering terbangun. Tapi untungnya hal ini cuma berlangsung 1-3 hari saja. Iya, saya memang dianugerahi bakat alami (hampir) selalu bisa tidur nyenyak.

Keluhan berikutnya, saya sempat mengalami ngilu di tulang kemaluan sebelah kiri. Hal ini sebenarnya wajar, karena rahim dan bayi yang berkembang mendesak otot-otot, termasuk di sekitar kemaluan. Agak nggak nyaman sih, tapi syukurlah setelah rajin berenang dan yoga, rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang.

Kemudian, sekali-sekali saya mengalami juga yang namanya susah buang air besar. Ini yang paling nggak enak. Padahal saya selalu mengkonsumsi sayur dan buah. Mungkin memang kodratnya ibu hamil mengalami ini, jadi ya udah saya ikhlas aja.
Terlepas dari keluhan (yang minim), kehamilan trimester kedua ini benar-benar menyenangkan deh. Apalagi pas pertama kali merasakan tendangan adik bayi. Ya ampun excited dan gemes banget! Sambil menikmati kehamilan, saya juga nggak lupa untuk mencari referensi tentang melahirkan nyaman dan tips n trick nya. Saya juga membuat birthplan dan afirmasi terus sama adik bayi untuk proses melahirkan aman, selamat, nyaman, sehat, dan tanpa drama. Doakan ya, kami bisa bekerja sama untuk mewujudkan proses kelahiran normal yang minim trauma. 


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Monday, September 17, 2018

We Are Expecting! : The First Trimester


Bagaimana sih tahunya kalau sudah positif hamil?

Setelah melewati kesedihan dan putus asa karena keguguran, saya memang langsung mengambil ancang-ancang untuk bisa segera hamil lagi. Entah tepat atau konyol, hampir setiap hari saya mencari tulisan-tulisan di blog dan forum kehamilan tentang pengalaman keguguran dan keberhasilan untuk bisa segera hamil. Saya mencoba percaya kalau peluang hamil akan lebih besar ketika kita baru saja mengalami keguguran.

Tapi seyakin-yakinnya saya, tetap saja cuma bisa berdoa dan mengupayakan yang terbaik. Suami saya tetap dengan usahanya memperbaiki pola hidup (makan yang baik, minum vitamin yang diresepkan dokter, mengurangi beban kerja), dan saya dengan stress healing dan berusaha kembali hidup normal (olahraga dan nggak takut-takut berkegiatan ini itu). Kami juga berusaha mengatur jadwal berhubungan. Yang terpenting, kami bekerja keras untuk tetap happy dan enjoy our life.

Karena siklus menstruasi saya selalu mundur 1-2 minggu, saya nggak terburu-buru mencoba tes kehamilan ketika lewat minggu kedua saya belum juga menstruasi. Setelah lewat 2 minggu 4 hari, barulah saya memberanikan diri mencoba testpack pagi-pagi karena masih percaya urin pagilah yang terbaik untuk mengecek ada tidaknya hormon kehamilan. Antara yakin nggak yakin testpack, saya langsung degdegan ketika selang beberapa detik mulai terlihat garis kedua yang masih samar. Saya langsung melakukan tes kedua dengan testpack merek berbeda dan seneng banget garis kedua terlihat lebih jelas. Yes, saya hamil!

Apa langsung periksa ke dokter?

Nggak. Sebelum periksa ke dokter saya menunggu sekitar 4 minggu dengan harapan begitu periksa sudah terlihat bakal janin, syukur-syukur sudah bisa mendengar denyut jantung karena menurut hitungan manual kehamilan saya sudah akan berusia 8 minggu.

Saat pertama kali periksa ke dokter, dengan bodohnya saya malah pipis sebelum USG. Dan ternyata, yang terlihat hanya kantung kehamilan yang menurut alat USG dilihat dari ukurannya berusia 5 minggu. Kosong melompong. Antara nggak kelihatan karena tadi saya pipis dulu atau memang belum ada bakal janinnya. Kata dr. Arman kalau mau lebih pasti saya bisa coba USG transvaginal atau nanti aja periksa 4 minggu lagi untuk memastikan ada tidaknya janin.

Jeder! Baru tahu ya kalau dua garis yang muncul di testpack bukanlah jaminan kamu pasti hamil. Saat itu saya merasa takut dan cemas, gimana kalau gini, gimana kalau gitu. Tapi suami saya meyakinkan saya, terlihatnya kantung kehamilan adalah pertanda baik. “Yakin deh, anak kita ada di situ, nanti kita lihat 4 minggu lagi.” Makasih suami, kamu memang motivator nomor satu!

Tahu hamil meskipun ragu-ragu bikin saya lebih berhati-hati. Saya meminta untuk istirahat dari dinas luar kota kantor (maaf Pak Kepala Seksi!) dan menghentikan sementara semua kegiatan olahraga.
Sampai tiba waktunya saya melakukan pemeriksaan kedua. Nervous abis! Lebih grogi daripada waktu saya nikah dulu. Syukurlah! Saat dr.Arman menempelkan alat USG di rahim saya, si baby langsung memperlihatkan diri dan memperdengarkan detak jantungnya. Ya ampun terharu banget! Awalnya saya skeptis sama orang-orang yang bilang nangis ketika mendengar detak jantung pertama bayinya, ternyata memang benar begitu adanya. Magical!


Apa ada perubahan kebiasaan atau fisik pas tahu hamil?

Sampai pemeriksaan pertama saya sama sekali nggak merasakan perubahan berarti selain payudara yang agak membesar (sama aja kaya mau siklus bulanan). Seneng dong! Makan masih normal, tapi pas nimbang berat badan saya udah naik 3 kg.

Semua berubah ketika masuk bulan kedua. Tiap pagi mual meskipun nggak sampai muntah. Bahkan hari-hari tertentu mual bisa sampai seharian. Ngapa-ngapain males. Makan makanan manis mual (biasanya suka banget), pengennya yang asin dan berbumbu kuat. Minum air hangat nggak bisa. Tips yang saya ikuti dan lumayan berhasil adalah ngemil apel. Tiap hari saya selalu sedia apel potong. Ampuh banget mengurangi mual.

Selain itu, bawaannya ngantuk terus. Saat itu rata-rata jam 9 malam saya sudah tidur. Tapi bangunnya siang dan malas-malasan. Duh! Nggak teratur banget deh hidup. Masak nggak minat, pengennya beli aja yang praktis. Kalau lagi libur sehari bisa pesan 4-5 macam makanan, random abis!

Syukurnya kehamilan ini bukan tipe yang kalau mual harus dimuntahin, tapi harus diisi makanan. Ya, seenggaknya tenaga saya tetap full. Ngomong-ngomong meskipun tenaga full, yang lucu pas hamil trimester pertama adalah badan saya kayak lemah banget dan nggak kooperatif kalau diajak jalan-jalan. Jalan dikit sakit pinggang pengen duduk. Belanja di supermarket aja nggak sanggup antri di kasir. Untung ada suami yang siap sedia mengasistensi kalau lagi kumat.

Yang menguatkan saya di saat-saat mual dan lemes selain suami adalah rasa syukur dan excitement akan memiliki anak. Rasa syukur itu sumber kebahagiaan dan sumber semangat banget! Selain itu, penting memastikan kesiapan kita dan pasangan ketika memutuskan akan memiliki anak. Partner yang kooperatif menurut saya adalah kunci sukses menjalani kehamilan yang menyenangkan. Doakan si baby sehat terus ya, nanti cerita saya sambung di jurnal berikutnya.  



Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Saturday, September 15, 2018

After a Hurricane Comes a Rainbow


Saya sering banget mempertanyakan rencana Tuhan untuk saya dan keluarga. Kenapa begini, kenapa nggak begitu. Tapi ternyata Tuhan sangat murah hati, saya aja yang suka emosi dan nggak sabaran. Mulai sekarang saya benar-benar harus sering mengucap syukur karena Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kami.

Setelah mengalami keguguran spontan di awal tahun, tak disangka-sangka Tuhan kembali mempercayakan seorang anak kepada kami.

Jadi awal tahun itu setelah balik ke Jakarta dari cuti tahun baru, saya langsung memeriksakan kondisi kandungan ke dr. Arman, spesialis kandungan yang saya pilih untuk pemeriksaan pertama sewaktu testpack menunjukkan hasil positif. Saat periksa saya tahu calon anak saya udah nggak ada, tapi dr. Arman pura-puranya ingin memsatikan lagi. Saya cuma mau tahu kondisi rahim saya apa perlu tindakan kuretase atau nggak, karena saya ingin segera melakukan program lagi. Syukurlah dari hasil pemeriksaan ternyata saya mengalami abortus spontan yang nggak perlu kuretase. Kondisi rahim saya bersih dan boleh langsung usaha untuk hamil lagi.

Waktu itu saya tanya apa perlu meminum vitamin kesuburan? Eh, dokter malah ngetawain saya, katanya, “Ini kemarin kamu bisa hamil kan, jadi nggak perlu dulu minum-minum obat penyubur.” Ya alasan saya tetap di dr. Arman selain karena tempat praktik yang dekat, juga karena beliau selow abis. Selalu mengatasi kekhawatiran saya. Wajar kan, namanya juga hamil pertama. Dokter saat itu hanya menyarankan waktu berhubungan kalau mau program.

Syukur yang tak terhingga kepada Tuhan karena bulan Februari saya langsung telat menstruasi. Saya nggak sabar untuk langsung pakai testpack, dan bahagia banget pas saya lihat garis kedua meskipun masih samar-samar (lihat deh gambar TP yang bawah, bahkan garis keduanya nggak tertangkap lensa kamera).

Trauma? Nggak bisa dipungkiri saya lebih waspada setelah keguguran yang saya alami. Paranoid juga. Tiap mau buang air kecil saya selalu ketakutan akan pendarahan. Meski begitu, lama-lama saya sadar sebaiknya saya pintar-pintar mengelola pikiran untuk selalu positif. Terima kasih juga untuk anak saya yang nggak henti-hentinya membantu dan bekerja sama dengan ibumu ini.
Tulisan ini selain sebagai pengingat bagi saya, mudah-mudahan juga bisa memberikan semangat bagi wanita-wanita hebat lain yang sedang menunggu kehadiran anak. Sedikit banyak saya tahu rasanya ditanya-tanya sudah hamil belum, diragukan niatnya untuk punya anak, mengharapkan sesuatu yang nggak diketahui kepastiannya, dan sedihnya kehilangan.

Mungkin kalian akan bilang, “Ya kamu gampang cerita begini karena udah berhasil, coba kalau belum.” Well, saya mungkin sok tahu tentang perjuangan untuk memiliki seorang anak. Tapi sebagai seseorang yang juga pernah ada di posisi “berusaha” saya ingin mengatakan, “Percayalah, Tuhan pasti akan memberikan rejekinya di waktu yang tepat. Tuhan selalu punya rencana yang terbaik buat kita. Believe in Him, believe in your partner, believe in yourself, don’t give up!


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Sunday, March 25, 2018

X2 Sanso Color SoftLens Review


Hello,
Kali ini saya mau mereview produk yang nggak biasa saya pakai. Sebulan lalu saya menerima paket dari X2 softlens yang isinya dua pasang lensa kontak (softlens) dan cairan pembersih. Sejujurnya saya agak ragu-ragu juga gimana mereview softlens padahal sekalipun saya belum pernah pakai, bahkan pasang sendiripun kayaknya nggak bisa. Duh!

Banyak banget ketakutan saya akan softlens yang bikin saya nggak pernah mencoba memakainya. Terutama sih karena ulasan-ulasan yang menyebutkan bahwa memakai softlens dapat merusak mata. Terus ada juga yang sampai mengalami kebutaan. Padahal terus terang saya tertarik mencoba softlens karena menurut saya memakai softlens, terutama yang memiliki pigmen warna, instantly improve our appearance. Terlebih lagi, memakai softlens membuat makeup lebih terlihat menonjol.

Ketika mencoba softens dari X2 softlens, saya membuat riset kecil-kecilan dulu. Membaca keterangan produk berkali-kali sebagaimana saya juga mengulang-ulang membaca instruksi pemakaian/penyimpanan di kemasan. Setelah saya yakin, barulah saya mencoba salah satu varian dari X2 softlend yaitu X2 sanso color pattern Cappucino.

X2 softlens sendiri diproduksi dengan sistem multy-layer polymerization sehingga warna tidak pudar dan aman bagi mata. Material softlens X2 sesuai dengan standarisasi Internasional FDA, KFDA, ISO, CE approved. Nah, kalau X2 sanso color terbuat dari material hubrid silicone hydrogel yang mampu menghantarkan oxygen 80%. Karenanya, kita nggak perlu khawatir menggunakan softlens ini. Meskipun digunakan secara rutin, asal kita tahu cara perawatannya mata kita akan tetap sehat. Care instructions secara jelas dituliskan di setiap kemasan X2 sotlens.

Untuk harga, mungkin banyak softlens-softlens lain yang lebih murah. Tapi hati-hati, jangan-jangan softlens yang dijual murah malah KW. Meskipun patternnya nyaris sama, tapi kalau KW ya kualitas produk beda jauh. Bahan yang digunakan bukanlah silicone hydrogel, jadi nggak menjamin dapat membuat mata tetap sehat.


Percaya nggak kalau sebelum saya pasang sendiri softlens ini, saya sampai nonton tutorial di youtube saking parnonya pasang softlens. Syukurlah akhirnya berhasil dalam waktu yang singkat, nggak pakai drama, dan wow! When looking at the mirror, I feel like a different person staring at me. Softlens benar-benar memberi tambahan karakter pada wajah seseorang.

Pattern Cappucino saya pilih sebetulnya karena menginginkan warna cokelat pekat. Eh ternyata setelah saya pakai malah agak light ya. Tapi tetap bagus, dan syukurlah saya nggak merasakan sesuatu yang aneh atau menyakitkan pas pakai X2 softlens. Pemakaiannya sangat nyaman dan setelahnya pun nggak membuat mata menjadi merah. Tapi sekali lagi saya tekankan, baca baik-baik saran pemakaian dan penyimpanan ya, terutama bagi yang jarang-jarang pakai softlens kayak saya.

Well, kalau ada tips atau saran terkait softlens boleh dong dishare di kolom komentar.

*sponsored post



Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Sunday, February 4, 2018

SK II Facial Treatment Essence Review


Setelah sekian lama penasaran dengan esens yang jadi holy grail kebanyakan beauty enthusiast ini, akhirnya saya memberanikan diri mencoba si fenomenal SK II Facial Treatment Essence (FTE). Sejujurnya saya sangat takut dan ragu ketika pertama kali mencoba Pitera esens. Gimana nggak takut, banyak review menyebutkan kalau SK II FTE bikin purging yang nggak tanggung-tanggung, jerawatan semuka, kulit gosong, dan masih banyak lagi efek purging yang bikin maju mundur cobain produk ini. Tapi berbekal keyakinan kalau kulit saya udah bebas dari perawatan dokter, sayapun mencoba menambahkan Pitera esens ke dalam skincare routine saya.

Pertama kali coba, ada sensasi cekit-cekit yang cenderung tidak nyaman. Saya nggak tahu apa semua orang merasakan hal ini ketika pertama kali menggunakan SK II FTE. Rasanya kayak gatal pas diolesin peeling. Memang nggak parah sampai ingin garuk-garuk, tapi saya rasakan sensasi ini berlangsung cukup lama. Tapi ini hanya saya rasakan saat pemakaian pertama, selanjutnya udah nggak lagi.

Saya menggunakan SK II FTE pagi dan malam hari setelah menggunakan toner. Awalnya saya aplikasikan menggunakan kapas, tapi kok nggak puas. Jadi saya menuangkan esens di telapak tangan kemudian saya tepuk-tepuk lembut di seluruh wajah. Cara ini lebih enak sih kalau menurut saya. Cukup 2-3 tetes biar nggak boros. Satu botol SK II FTE berukuran 75 ml kira-kira bisa saya gunakan selama 5 bulan. Cukup hemat kan!


SK II FTE mengandung lebih dari 90% Pitera. Saya kutip dari official website SK II Indonesia, Pitera adalah Bahan bio-alami yang mengandung lebih dari 50 nutrisi mikro. Pitera membantu mengkondisikan fungsi alami kulit dan menutrisinya dengan pelembab alami untuk membantu kulit terhidrasi, terasa lembut dan tampak bercahaya alami. Dengan pemakaian rutin sesuai petunjuk pemakaian, kulit terbantu tampak cantik sebening Kristal.
Setelah menghabiskan 1 botol (sekarang botol kedua), saya ingin sharing tentang apa yang saya rasakan terkait klaim produk ini.

Kulit sebening kristal setelah pemakaian satu botol

Not literally sebening kristal, saya belum merasakan kalau kulit saya jadi bening seperti para brand ambassador di iklan SK II FTE. Kalau yang dimaksud tampilan kulit jadi lebih bening dalam artian putih merata dan bersinar, saya rasa nggak, atau mungkin belum. Tapi saya senang SK II FTE membuat warna kulit saya merata dan terlihat sehat.

Pitera akan membantu mengkondisikan fungsi alami kulit

Mungkin ini sebabnya banyak orang yang masih memakai rangkaian perawatan dokter kulit mengalami purging. Syukurlah saya nggak perlu mengalami masa-masa jerawatan atau kulit gosong saat awal pemakaian. Saya memang merasa kulit saya cenderung balik ke kondisi alaminya sebelum mengenal krim racikan. Hal ini saya sadari waktu saya belajar berenang. Hampir setiap hari di kolam renang dengan air yang tahu sendiri lah bikin kulit nggak bagus, kulit saya tetap bertahan dan nggak muncul masalah.

Membantu masalah kulit kusam dan kering

Sejak kembali bekerja, kulit saya menjadi cenderung kering karena dari pagi sampai sore ada di ruangan berAC. Dari yang saya rasakan, SK II FTE tidak terlalu membantu karena kulit saya tetap kering dan kadang-kadang mengelupas di bagian hidung. Padahal belakangan ini saya memakainya 2 sampai 3 step.  Namun untuk kulit kusam saya rasa sesuai dengan klaimnya kalau SK II FTE dapat membantu membuat tampilan kulit lebih cerah. Sekali lagi bukan cerah dalam artian putih ya, tapi lebih ke tampilan kulit sehat.

SK II Facial Treatment Essence membuat kulit kenyal dan awet muda

Saya sangat setuju dengan klaim produk yang mengatakan esens ini membuat kulit lebih kenyal. Saya puas banget dengan tekstur kulit saya sekarang. Nah, untuk awet muda, sepertinya kita harus tunggu beberapa tahun lagi tentunya dengan pemakaian teratur.

Overall, saya suka dengan produk ini dan berniat untuk terus menggunakannya. Tapi saya nggak bohong kalau saya berpikir juga untuk cari esens lain karena sekarang sudah banyak bermunculan esens yang nggak kalah oke dengan harga yang lebih affordable.


Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+